A. Pengertian Love Of Learning
Love of learning merupakan kekuatan karakter yang dimiliki individu dengan menyukai kegiatan yang berkaitan dengan pencarian pengetahuan baru, keterampilan umum dan senang mengembangkan ketertarikannya pada banyak hal. Krapp dan Fink (dalam Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan bahwa karakter ini berupa perasaan positif dalam proses memperoleh keterampilan, memuaskan rasa ingin tahu, membangun pengetahuan serta senang mempelajari hal baru. Individu yang memiliki kekuatan karakter ini akan cenderung merasa positif belajar hal baru, mau berusaha mengatur diri sendiri untuk bertahan meskipun menghadapi tantangan dan frustasi, merasa mandiri dan didukung oleh orang lain dalam usaha pembelajarannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan usia terjadi penurunan ketertarikan akan pencarian pengetahuan baru, terutama bidang akademik.
Pada dasarnya love of learning mahasiswa merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat love of learning yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam perkuliahan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat love of learning yang dirasakan dan sebaliknya. Love of learning merujuk pada sikap umum individu terhadap perkuliahannya. Seseorang dengan love of learning yang tinggi biasanya memiliki sikap yang positif terhadap perkuliahannya. Sementara individu yang tidak puas dengan pekerjaannya memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Love of learning pada mahasiswa di masa pandemi saat ini menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya bagi mahasiswa (Sonia, 2020).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Love Of Learning
Kecintaan terhadap belajar (love of learning) dipengaruhi oleh :
- Motivasi untuk Belajar
- Pemikiran dan perasaan positif ketika Belajar
- Mendapat dukungan dari lingkungan disekitarnya
- Percaya diri
- Mampu membuat keputusan, serta
- Memiliki komitmen yang kuat dalam proses belajarnya (Peterson & Seligman, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi love of learning yaitu motivasi, minat, cinta belajar, dan pengajar (Sonia, 2020).
C. Love Of Learning dalam Layanan Bimbingan Konseling
- Layanan Informasi
WS. Winkel (2003:189) menegaskan bahwa layanan informasi merupakan suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. Lebih lanjut ditambahkan oleh Prayitno (2017:79) bahwa layanan informasi adalah salah satu layanan yang memberikan fasilitas kepada klien dengan memberikan berbagai informasi yang diminta atau yang dibutuhkan oleh klien sehingga dengan informasi yang diperoleh, klien dapat mengambil sikap tentang apa yang akan dilakukan ke depan. Pelaksanaan layanan informasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yang pertama yaitu dengan cara diminta oleh klien berbagai informasi kepada konselorya dan yang kedua adalah dengan cara konselor itu sendiri yang memberikannya kepada klien. Pada pelaksanaan cara yang kedua, konselor tidak hanya memberikan begitu saja kepada klien, tetapi konselor memberikannya atas dasar analisis yang dilakukan oleh konselor bahwa klien benar-benar membutuhkan informasi yang ingin disampaikan oleh konselor. Layanan informasi diberikan oleh Guru BK/Konselor bertujuan untuk membantu siswa agar dirinya mampu mencintai, menyukai, menyenangi kegiatan belajarnya baik di satuan Pendidikan maupun di rumah. Siswa diharapkan mampu menikmati seluruh proses kegiatan pembelajarannya di satuan Pendidikan, sehingga secara tidak langsung siswa juga berprogres dalam kegiatan belajarnya. Sehingga kesemuanya itu berdampak terhadap hasil belajar siswa.
- Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan Bimbingan Kelompok Hallen (2002) menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok yaitu layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik untuk bersama sama mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-topik penting. Bimbingan kelompok mengacu kepada aktivitas-aktivitas yang berfokus pada penyediaan informasi atau pengalaman melalui sebuah aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisir.
Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Mungin Eddy Wibowo, 2005).
Peranan anggota kelompok dalam bimbingan kelompok, yaitu aktif membahas permasalahan atau topik umum tertentu yang hasil pembahasannya itu berguna bagi para anggota kelompok: berpartisipasi aktif dalam dinamika interaksi sosial, menyumbang bagi pembahasan masalah, dan menyerap berbagai informasi untuk diri sendiri. Suasana interaksi multiarah, mendalam dengan melibatkan aspek kognitif. Sifat pembicaraan umum, tidak rahasia, dan kegiatan berkembang sesuai dengan tingkat perubahan dan pendalaman masalah/topik.
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada klien secara kelompok dengan jumlah anggota kelompok berkisar antara 10-15 orang. Dalam pelaksanaannya bimbingan kelompok dipimpin oleh satu orang konselor yang telah terampil dalam memimpin kegiatan kelompok. Oleh karena itu, seorang calon konselor harus benar-benar mempelajari dan mendalami pelaksanaan layanan bimbingan kelompok agar pelaksanaan yang professional benar-benar dapat terwujud secara utuh.
Layanan bimbingan kelompok diberikan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuannya dalam mencintai seluruh proses belajar siswa sehingga siswa memperoleh hasil yang baik. Layanan bimbingan kelompok juga sebagai langkah awal tindakan preventif bagi siswa.
- Layanan Konseling Kelompok
Hallen (2002) bahwa layanan konseling kelompok yaitu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, bergerak, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Selanjutnya layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok merupakan dua jenis layanan yang saling keterkaitannya sangat besar. Dalam kegiatan kelompok (baik layanan bimbingan kelompok maupun konseling kelompok).
Ohlsen dalam Mungin Eddy Wibowo (2005) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan pengalaman terpenting bagi orang-orang yang tidak mempunyai masalah-masalah emosional yang serius. Dalam konseling kelompok ada hubungan antara konselor dengan anggota kelompok penuh rasa penerimaan kepercayaan dan rasa aman. Dalam hubungan ini anggota kelompok (klien belajar menghadapi, mengekspresikan dan menguasai perasaan-perasaan atau pemikiran-pemikiran yang mengganggunya yang merupakan masalah baginya.
Topik atau masalah yang dibahas dalam konseling kelompok bersifat “pribadi” yaitu masalah itu memang merupakan masalah pribadi yang secara langsung dialami, atau lebih tepat lagi merupakan masalah atau kebutuhan yang sedang dialami oleh para anggota kelompok yang menyam paikan topik atau masalah itu. Masalah atau topik pribadi “berada di dalam diri anggota kelompok yang menyampaikannya, menjadi “milik” atau bagian dari pribadi anggota kelompok yang bersangkutan (Mungin Eddy Wibowo, 2005).
Dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok, sangat berbeda dengan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, walaupun secara umum kelihatan sama. Dalam beberapa pemahaman dijelaskan bahwa antara pelaskanaan layanan konseling kelompok dengan bimbingan kelompok dapat dikatakan “sama tetapi berbeda”. Bahkan dalam beberapa pendapat dikatakan bahwa perbedaan antara pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dengan konseling kelompok sama dengan “dua orang anak kembar yang sepintas lalu kelihatan sama tetapi mengalami banyak perbedaan.
Sepintas lalu memang sulit bagi guru lain dalam memberdayakannya. Tetapi kondisi ini dapat dijawab dengan memperhatikan secara seksama tentang pelaksanaan yang dilakukan oleh konselor, apakah yang dilakukan itu layanan bimbingan kelompok atau konseling kelompok. Layanan konseling kelompok diberikan bagi siswa yang sudah mengalami kejenuhan dalam kegiatan belajarnya. Ia tidak lagi menganggap kegiatan belajar itu penting, dan tidak lagi mencintai proses kegiatan belajarnya.